22-01- 2012 dini hari saya bersama rekan-rekan mengunjungi kembali lereng merapi. Perjalanan dimulai dari yogyakarta terus ke cangkringan ke arah balerante.
Balerante merupakan satu-satunya desa di Kabupaten Klaten yang luluh lantah akibat diterjang wedhus gembel. Tidak seperti setahun lalu, sesaat setelah diterjang awan panas, desa yang berjarak sekitar empat kilometer dari puncak Gunung Merapi itu menyerupai desa mati yang tidak ditemukan tanda-tanda kehidupan, kawasan ini telah ditumbuhi pepohonan dan rerumputan yang menghijau. Selalu saja senyum ramah dan sapaan hangat menyambut kami dari penduduk desa yang hendak berangkat bertani. Kawah merapi yang terbentuk pada erupsi setahun yang lalu terlihat jelas karena belahannya tepat menghadap ke arah balerante. Sayangnya kami kurang beruntung untuk mendapatkan pemandangan matahari terbit karena cuaca pagi itu mendung
Setelah puas menikmati suasana pagi di Balerante, kami melanjutkan perjalanan ke hulu kali gendol untuk melihat aktivitas para penambang pasir Merapi. Pemandangan rumah2 penduduk yang hancur diterjang awan panas dan banjir lahar dingin masih bisa kita temui di sini.
Dari hulu kali gendol, kami kemudian meluncur ke cangkringan. Tempat wisata Kecamatan Cangkringan ini tidak dikelola oleh dinas pariwisata, melainkan oleh warga dusun Kinahrejo sendiri. Daerah-daerah yang dijadikan tempat wisata antara lain, bekas pedusunan, Kali adem, Petung, Kali tengah utara dan makam Mbah Maridjan di Glagaharjo. Tempat ini paling ramai dikunjungi pada saat hari libur. Dari wisatawan lokal sampai wisatawan asing sering berkunjung ke tempat wisata ini terutama bekas kediaman Mbah Maridjan dan makam Mbah Maridjan di Glagaharjo.
Pada tempat bekas kediaman Mbah Maridjan, pengunjung tidak diperbolehkan masuk, area tersebut dibatasi dengan kayu dan bambu seadanya dan pengunjung hanya bisa berfoto2 dari jauh. Sebagian besar pengunjung tertarik melihat puing-puing rumah dan mobil evakuasi yang hancur akibat terpaan awan panas.
Di sebelah kanan depan bekas kediaman Mbah Maridjan terdapat warung”Bu Mursani Asih” yang dikelola oleh menantu Mbah Maridjan dari anak ke 3, yang saat ini menjadi juru kunci merapi yang baru menggantikan Mbah Maridjan. Di kawasan yang dulunya terdapat Masjid Al- Amin dan warung serta rumah Mbah Maridjan, sekarang hanya tinggal anak tangga dari Masjid yang terdahulu dan Masjid baru yang telah dibangun kembali oleh warga sekitar dengan menggunakan bambu dan semen serta warung tersebut.
Di tempat wisata Kinahrejo terdapat foto-foto serta keterangan yang berisi kronologis bencana erupsi merapi tahun 2010 dari awal mulainya erupsi sampai dengan peristiwa meninggalnya Mbah Maridjan beserta relawan PMI dan reporter, serta kejadian setelah itu. Terdapat juga warung-warung makanan dan kios yang menjual cenderamata khas Merapi seperti bunga edelwais, kaos-kaos dan dompet batik serta DVD/VCD tentang erupsi merapi 2010 lalu.
Warga memberikan kemudahan dan fasilitas untuk pengunjung yang ingin mengunjungi daerah-daerah yang terkena erupsi merapi tahun 2010 lalu. Bagi pengunjung yang tidak kuat berjalan kaki untuk sampai di bekas kediaman Mbah Maridjan, yaitu kurang lebih 1Km dari tempat parkir, disediakan angkutan motor dengan biaya Rp 20.000 per motornya dan terdapat tour guide bagi pengunjung yang butuh penunjuk arah untuk ke tempat-tempat tersebut. Tentunya perihal tempat wisata ini warga memiliki peran besar dalam pengembangannya.
Selain angkutan motor biasa, warga juga menyewakan motor trail buat pengunjung yang menyukai tantangan dan ingin bergaya menjelajahi lahar dingin merapi. Lama waktu sewa adalah 30 menit dengan harga sewa motor trail Rp. 50.000,-, motor berdua, Rp. 40.000,-, sendiri Rp. 20.000,-, dan ojek Rp. 20.000,-. Hasil dari ojek dan persewaan kendaraan ini akan sangat membantu warga korban erupsi Merapi karena hampir semua korban tidak lagi memiliki pekerjaan seperti semua. Sebelum erupsi kawasan kaki Gunung Merapi dikenal sebagai penghasil susu perah yang produktif.