Di akhir tahun 2008, disela-sela padatnya ritual perkuliahan, saya menyempatkan diri menyusul kawan-kawan serufo (UKM seni rupa dan fotografi UNY) mengunjungi acara grebeg suro di Ponorogo.
Jumat, 26 desember 2008…
Pagi itu, berbekal nikon FM 10 (red:kamera manual) bersama gerbong kereta sri tanjung saya menyusuri rel lempuyangan s/d madiun. Cuaca cerah, kereta melaju kencang memasuki daerah prambanan saya disuguhi pemandangan bukit ratu boko dan begitu memasuki area klaten gunung merapi terlihat cukup megah bersanding dengan gunung merbabu. Setelah mendekati madiun gunung lawu tak mau kalah menunjukkan kekokohannya setelah sebelumnya mata ini sakit melihat semrawut suasana sepanjang rel kota solo.
Turun di Stasiun Madiun kereta tepat waktu sesuai jadwalnya. Diluar stasiun pak ojek menyambut dengan gembira, tapi kumenolaknya dengan alasan mau cari angkot aja. setelah lama menunggu angkot gada yang datang, ya sudah, mungkin memang sudah rejekinya tukang ojeg saya diantarnya nyegat bus madiun-ponorogo di simpang rel. tarif ojek cukup murah standar 5 ribu rupiah dan bus hanya berkisar 7 ribu rupiah saja waktu itu. Sesampainya di terminal bus ponorogo, kira2 pukul 1 siang, saya dijemput kawan serufo yang rumahnya tak jauh dari tempat berlangsungnya event lomba reog di alun-alun Ponorogo.
Setelah beristirahat sjenak, pukul 4 sore kami berangkat menuju tempat festival reog. Dengan membawa perlengkapan kamera manual, masyarakat ponorogo yang antusias menyaksikan acara ternyata menganggap kami sebagai “mase wartawan”. kami bertiga kala itu mendapatkan perlakuan istimewa disana. mungkin karena kamera masih merupakan hal yang istimewa yang hanya dimiliki wartawan saat itu.
Magrib menjelang, kami bertemu dengan putra ponorogo yang juga punya hobi sama, yudi namanya, diajaklah kami bertiga olehnya keliling lokasi alun-alun, mampir menikmati jajanan angkring di timur alun-alun. kemudian nongkrong di pendopo utara alun2.. (eh, maaf lho kalo salah arah). karena hari sudah larut malam, kami kemudian putuskan pulang ke penginapan di cokromenggalan untuk istirahat.
_______
Sabtu, 27 Desember 2008…
Dimulai pukul 4 sore aja deh, kegiatan pagi gak gitu penting cuma tidur makan tidur lagi makan lagi, siangnya abry dateng nyusul dari jakarta membawakan laptop untuk transfer foto dari camdig yang saya bawa. Kami menyalakan laptop tanpa menggunakan baterai. kami ingat betul baterai laptop hanya ditaruh di sekitar tempat menyalakan laptop. ketika magrib menjelang, kami dibuat ribet dikarenakan tiba-tiba batre laptop lenyap, sampe sore dicari gak ketemu. dan akhirnya bulu kuduk menjadi bediri ketika ternyata batrerai lptop tersebut ada di atas lemari. Padahal tak seorangpun yang merasa telah menaruhnya di sana..
Sore itu kemudian kami berangkat lagi ke alun-alun berharap menyaksikan pertunjukan reog yang lebih hebat lagi, namun cuaca kurang mendukung, sesekali harus ngeup karena gerimis. tak disangka, ketika waktu magrib pelangi muncul dilangit atas alun2, mantap abis deh.
Sampai malam saya lebih banyak memotret menggunakan camera digital dibanding FM-10, dan perut mulai lapar, kami pun bergegas keluar arena mencari obat penawar. Samainya diluar arena kami bertamu dengan seorang kawan serufo yang baru datang menyusul dengan badan basah kuyup. penasaran dengan hasil foto yang saya ambil, camdig ditanganku segera berpindah ke tangannya, dan kami pun segera melucur ke angkringan terdekat meninggalkan sigit dan ris bedua di panggung reog.
Sekitar satu jam kemudian… tiba tiba saja dengan wajah memelas kawan serufo yang membawa kamera digital tadi tak berhenti melontarkan kata.. ” maaas sooooooooooriiiiii…”
(lhadalah..jebul tdk sengaja terformat T.T )
Buka-buka laptop hanya menemukan software tune up undelete, yang tidak mempan untuk mengembalikan data yang terformat, yo wis direlain dah… sudah tdk sempat lagi download sofware selain belum adanya jaringan internet ataupun membeli kartu memory baru, karena besok memory kamera harus dgunakan untuk memotret lagi soalnya.
Minggu, 28 desember, 1 suro
Pagi-pagi kami sudah bangun,mandi dan bersiap menyaksikan acara kirab pusaka. Karena bila berjalan kaki dirasa terlalu jauh, bergelantunganlah kami di angkot kuning. Sesampainya dilokasi sudah sangat ramai. Bak bidadari, gadis-gadis ponorogo menggunakan pakaian adat betebaran diatas kereta hias.
Pagi-pagi kami sudah bangun,mandi dan bersiap menyaksikan acara kirab pusaka. Karena bila berjalan kaki dirasa terlalu jauh, bergelantunganlah kami di angkot kuning. Sesampainya dilokasi sudah sangat ramai. Bak bidadari, gadis-gadis ponorogo menggunakan pakaian adat betebaran diatas kereta hias.
—malam—
Tidak ingin ketinggalan acara larung saji, jam delapan malam kami meluncur ke telaga ngebel. Pemandangan yang sangat menakjubkan malam itu adalah pesta kembang api di tengah telaga tepat jam 00.00.
—dini hari—
gak bs tidur, malah dirubung uwur uwur…
—subuh—
maen aer telaga,,
— pagi menjelang siang–
larungan kembali dilaksanain, keren tumpengya gabungan dari 8 kelurahan.
—sore—
kembali ke penginapan
selasa,29 desember,
pagi cari oleh2,,
siang balik jogja , pake logawa,
jam5 baru nyampe lempuyangan,